TERAPI BERMAIN
A. Pengertian Terapi Bermain
Bermain, selain berfungsi penting bagi
perkembangan pribadi, juga memiliki fungsi sosial dan emosional. Melalui
bermain anak merasakan berbagi
pengalaman emosi senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah dan
sebagainya. Melalui bermain pula anak memahami kaitan antara dirinya dan
lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata cara
pergaulan. Selain itu, bermain berkaitan erat dengan perkembangan kognitif
anak.
Bermain dapat digunakan sebagai media
psikoterapi atau “pengobatan” terhadap anak yang dikenal dengan sebutan terapi
bermain. Bermain dapat dijadikan media terapi karena selama bermain perilaku
anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah terberi pada
seorang anak.
Terapi bermain digunakan sebagai
psikoterapi untuk membantu mereka yang mengalami masalah trauma, keresahan dan
masalah mental. Terapi bermain adalah satu cara kanak-kanak melumpahkan perasaan mereka dan mencari
mekanisme yang dapat membantunya.
B. Contoh Kasus Terapi Bermain
CASSANDRA, seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa oleh ibunya ke terapis. Orang tuanya berada di ambang perceraian. Ayahnya sering melakukan kekerasan secara fisik dan mental terhadap ibunya. Meskipun Cassandra tidak secara langsung merasakan kekerasan tsb., tetapi dia sering melihat ayahnya marah-marah dan membanting peralatan rumah tangga. Kedua orang tuanya mempunyai sejarah kesehatan mental yang berarti, ayahnya terlibat dalam penggunaan obat terlarang.Dengan fasilitas bermain Cassandra mampu untuk menceritakan kekerasan-kekrasan yang dia saksikan tentang orang tuanya. CS bisa menggunakan lingkaran untuk menggambarkan perasaan sedihnya menyaksikan orang tuanya. Di dalam “buku” kehidupannya CS bisa menggambarkan kehidupannya. Dia juga diajak untuk memisahkan perasaan2nya yang diketahuinya dengan perasaan2 yang diketahui oleh orang lain dengan menuliskannya di kertas dan memasukkannya di dalam “tas”. Di awal CS kesulitan untuk membedakan antara perasaan dengan kejadian. Dengan bantuan terapist CS bisa memisahkan perasaan-perasaan antara yang “inside” dan outside”. Selama terapi, CS dan terapis sering bermain dengan boneka yang di luar cerita seperti yang telah dia saksikan, dan terapis bisa menggunakan informasi tsb. Untuk mengklarifikasi perasaan anak tentang situasi tsb.
ANALISIS
KASUS DENGAN TERAPI BERMAIN
Kasus
: Anak Hiperaktif (ADHD)
1. Pendekatan
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan
raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan
terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya,
menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga
memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
2. Menggali Informasi Subjek
Setelah melakukan pendekatan, terapis mencoba
menggali informasi dari ibu subjek mengenai ketertarikannya untuk datang
ketempat terapi tersebut, jika setelah ibu subjek memberikan keterangan bahwa
subjek sering kali berperilaku yang selalu berlarian tanpa henti, membuat
berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya
dilempar-lempar kemana saja). Lalu terapis dapat memulai dengan
pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai perilaku anaknya itu,
yang tersusun dalam pedoman wawancara, seperti menanyakan. Selain menggunakan
pedoman wawancara saat menggali informasi dari subjek terapis juga menggunakan
alat tulis.
3. Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari subjek
mengenai perilaku subjek yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan
seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana
saja), sering memukul dan menendang tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang
benda juga digunakan untuk melempar atau memukul, makan sambil berlarian dan
berantakan seluruh makanannya, tidak memperhatikan jika diberitahu sesuatu,
suka berteriak-teriak kasar, dan membanting benda-benda terutama jika
permintaannya tidak segera dipenuhi, maka subjek dapat dikategorikan bahwa ia
mengalami hiperaktif (ADHD). Dimana ketika subjek berada di sekolah, subjek
terlihat kesulitan mengikuti proses belajar karena dia selalu saja berlari dan
sulit sekali diminta duduk di kursinya. Guru dan teman-teman lain merasa
terganggu karena setiap kali Bona diminta duduk, beberapa detik kemudian sudah
berlari-lari lagi keliling ruang kelas sambil mengganggu temannya atau sampai
keluar kelas.
Maka dalam kasus ini, subjek dapat dibantu
melalui pemberian terapi bermain bagi anak ADHD, yaitu Tujuan dan target setiap
sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak,
dilakukan dengan bertahap, terstruktur dan konsistensi. Salah satu yang perlu
diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan
sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam
hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu,
aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus
didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
Kasus tersebut saya hubungkan
dengan teori terapi bermain. Landreth
(2001) berpendapat bahwa bermain sebagai terapi merupakan salah satu
sarana yang digunakan dalam membantu anak mengatasi masalahnya, sebab bagi
anak bermain adalah simbol verbalisasi. Definisi terapi bermain juga
menunjukkan bahwa terapis bermain berusaha untuk mengenali, mengetahui,
dan memanfaatkan kekuatan terapi bermain. Ini kekuatan terapi, juga
dikenal sebagai mekanisme perubahan, merupakan kekuatan yang aktif dalam
bermain yang membantu klien mengatasi kesulitan psikososial dan mencapai
perkembangan positif.
4. Pelaksanaan Terapi
Dalam kasus tersebut dilakukan terapi bermain
dengan 2 teknik, yaitu teknik bercerita dan teknik bermain. Bercerita secara
psikologis membaca atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang
paling sehat. Kebanyakan anak kecil lebih menyukai cerita tentang orang
dan hewan yang dikenalnya. Selain itu karena anak kecil cenderung egosentrik
mereka memyukai cerita yang berpusat pada dirinya. Mula-mula anak-anak
suka cerita imajinatif yang khayal kemudian seiring
dengan berkembangnya kecerdasan dan pengalaman sekolah anak
yang lebih besar menjadi realistik, dan minatnya pun beralih ke cerita petualangan,
kekerasan, kemewahan dan cinta serta pendidikan.
Menceritakan cerita memberikan cara yang
menyenangkan untuk mengembangkan raport dan belajar tentang anak. Ketika
anak menceritakan cerita mereka, mereka mengkomunikasikan informasi
penting tentang diri mereka sendiri dan keluarga mereka sambil belajar
mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka. Dengan mendengarkan cerita
anak, terapis dapat memahami lebih baik pertahanan diri anak, konflik
anak, dan dinamika keluarga anak. Dalam menganalisis cerita anak, terapis harus
mencari tema yang diulang yang dapat memberikan kunci penting tentang
perasaan perasaan dan perjuangan anak.
Terapis harus sangat akrab dan terampil
dalam menginterpretasikan komunikasi simbolik secara wajar. Semua ini
tergantung pada keterampilan dan pertimbangan terapis.
Bermain selama masa kanak-kanak
mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan permainan remaja
danorang dewasa. Permainan anak kecil bersifat spontan dan
informal. Secara bertahap bermain menjadi semakin formal. Dengan berkembangnya
kemampuan berpikir anak, anak mulai mengembangkan permaianan dengan
aturan. Permainan individu dan kelompok membantu anak belajar bagaimana
membagi kelompok dan bermain dengan aturan. Permainan mengajar anak tentang
mendisiplin diri, serta belajar untuk menang dan kalah. Permainan yang
diterapkan untuk terapi bermain dapat dimainkan sendiri maupun
berkelompok.
Terapis dilakukan dengan beberapa tahap, dan
subjek dibantu oleh seluruh anggota keluarga, khususnya ibu subjek yang harus
terus berada di samping subjek. membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak
bising serta tempat duduk yang nyaman untuk melakukan terapi tersebut. Kemudian
terapis membuat target perilaku, dan beberapa perilaku yang menjadi target
dalam perubahan perilaku ini adalah:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu
membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri. Memasukkan pensil,
penghapus, dan buku ke tas setelah digunakan. (Tidak meninggalkan pensil,
penghapus, dan buku di meja belajar, meja tamu, atau di ruang lain)
Mengembalikan mainan ke wadahnya setelah digunakan. (Tidak melempar-lempar
mainan jika tidak digunakan, jika melempar-lempar maka harus mengambil kembali
dan dikembalikan ke wadahnya.)
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai,
Menunggu Bapak, Ibu, pembantu, atau teman selesai ketika sedang berbicara tanpa
memotong.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai,
Menggambar sampai selesai. (Tidak berganti kertas gambar atau meninggalkannya
sebelum gambar selesai dibuat.)
Karena program ini berbasis pada sistem aturan
maka perilaku yang menjadi target dapat beberapa (tidak hanya satu) dengan
catatan setiap target perilaku akan dibuatkan aturan yang detil dan jelas
tentang perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan (dalam program yang
direncanakan).
5. Evaluasi
Kasus ini akan selalu dievaluasi dan dimonitor
menggunakan lembar evaluasi dan lembar monitoring yang dibuat saat perencanaan
program (contoh lembar evaluasi dan lembar monitoring terlampir). Evaluasi dan
monitoring dilakukan ibu subjek sebagai manajer program dan secara berkala akan
didiskusikan bersama terapis untuk melihat efektivitas dan kemajuan program
tersebut. Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu
membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri.
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai.